Aborsi Bagi Korban Pemerkosaan
Pertanyaan :
Assalammualaikum Wr. Wb Kepada Bapak/Ibu Tim Rubrik Hukum, Saya Bayu Rahmaddoni di Padang, Sumatera Barat memiliki sebuah pertanyaan tentang aborsi. Aborsi merupakan hal yang dilarang oleh Undang-Undang. Bagaimana dengan korban dari pemerkosaan yang dinyatakan positif hamil apakah boleh dilakukan aborsi mengingat dilarangnya aborsi tersebut dilakukan?
Jawaban :
Terima kasih atas pertanyaan Bapak Bayu Rahmaddoni.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian dari kata Aborsi adalah pengguguran kandungan. tindakan aborsi dilarang secara tegas di Indonesia, akan tetapi dapat dinyatakan sebagai sebuah tindakan yang diperbolehkan dengan memperhatikan kententuan dalam Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (UU Kesehatan) yang menerangkan sebagai berikut:
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
- Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
- Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
(3)Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Menjawab pertanyaan dari bapak Bayu Rahmaddoni tindakan aborsi bisa dilakukan akibat dari pemerkosaan, sehingga tindakan aborsi yang diatur dalam Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan itu pun hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling atau penasehat pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor. Yang dimaksud dengan konselor adalah dokter, psikolog, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan setiap orang yang mempunyai minat dan memiliki keterampilan untuk itu yang telah memiliki sertifikat sebagai konselor melalui pendidikan dan pelatihan. UU Kesehatan juga telah mengatur batas suatu tindakan aborsi, hal tersebut sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 76 UU Kesehatan yang menerangkan:
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
- Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis.
- Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri.
- Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan.
- Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan.
- Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi (PP 61/2014) sebagai pelaksana dari Undang Undang Kesehatan. Ketentuan mengenai hal tersebut terdapat dalam Pasal 34 sampai dengan Pasal 39 PP 61/2014 yang pada intinya menjelaskan tentang pemerkosaan sebagai pengecualian atas larangan aborsi atau dengan kata lain memperbolehkan aborsi berdasarkan indikasi akibat dari korban pemerkosaan serta bagaimana teknis melakukan aborsi akibat dari pemerkosaan. Untuk tindakan aborsi akibat dari korban pemerkosaan, batas usia kehamilan haruslah tidak lebih dari 6 minggu dihitung sejak hari pertama haid terakhir.
Kehamilan akibat perkosaan itupun juga harus dibuktikan dengan:
- Usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter.
- Keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan.
Aborsi berdasarkan kehamilan akibat perkosaan harus dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab sebagaimana dimaksud, meliputi:
- Dilakukan oleh dokter sesuai dengan standar.
- dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
- Atas permintaan atau persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan.
- Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan.
- Tidak diskriminatif.
- Tidak mengutamakan imbalan materi.
Setiap pelaksanaan aborsi wajib dilaporkan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dengan tembusan kepala dinas kesehatan provinsi. laporan tersebut dilakukan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan. Perlu kami jelaskan juga bahwa dalam Pasal 194 UU Kesehatan.
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) bisa dikenakan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”
Pasal 194 UU Kesehatan tersebut dapat menjerat dokter atau tenaga kesehatan yang dengan sengaja melakukan aborsi ilegal, maupun pihak perempuan yang dengan sengaja melakukannya. Selain UU Kesehatan ada Kitap Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juga mengatur tentang sanksi pidana bagi pelaku dan bagi yang membantu proses aborsi ilegal, tercantum dalam:
Pasal 299
1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.
2) Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru-obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347 ayat (1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 348 ayat (1)
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Dari pertanyaan bapak Bayu Rahmaddoni tersebut aborsi karena perkosaan diperbolehkan dikarenakan UU Kesehatan adalah sebuah aturan khusus yang mengatur tentang perbuatan atau tindakan aborsi berdasarkan asas Lex Spesialis derogate Legi Generalis.
Demikian penjelasan kami, semoga bermanfaat.
Tim Rubrik Hukum Miko Kamal & Associates.