
Bakal Disahkan, RUU SDA Jamin Kebutuhan Air bagi Rakyat
28 Agustus 2019 328 Admin
RUU SDA ini terdiri dari 16 Bab dan 79 Pasal serta penambahan satu ayat dalam Pasal 33 meski sempat menuai perdebatan.
“Apakah naskah RUU tentang Sumber Daya Air (RUU SDA) dapat kita lanjutkan pada pembicaraan tingkat dua untuk pengambilan keputusan. Apakah ini dapat disetujui?” Pertanyaan pengambilan keputusan itu disampaikan Ketua Komisi V Fary Djemi Francis dalam rapat kerja dengan pemerintah di Komplek Gedung DPR, Senin (26/8/2019) malam.
Sejumlah anggota Komisi V DPR serentak memberi persetujuan, setelah 10 fraksi parpol membacakan pandangan mininya. Keputusan itu menandakan selangkah lagi, RUU SDA bakal disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna. Sejak Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU No.7 Tahun 2004 tentang SDA secara keseluruhan, pengaturan air kembali ke UU No.11 Tahun 1974 tentang Pengairan.
Namun, UU 11/1974 dinilai tidak relevan dengan kondisi kekinian. Karena itu, DPR bergerak cepat menginisiasi RUU SDA pada 2018. Tak membutuhkan waktu lama, dalam kurun waktu satu tahun lebih, RUU SDA ini rampung dibahas dan bakal disahkan dalam rapat paripurna dalam waktu dekat.
Politisi Partai Gerindra itu menerangkan tindak lanjut hasil keputusan antara Komisi V DPR dengan pemerintah ini bakal diteruskan dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus). Harapannya, pekan depan sudah dapat digelar rapat paripurna untuk mengesahkan RUU SDA menjadi UU. “Kalau tidak ada halangan minggu depan kita bisa lakukan rapat paripurna,” ujarnya.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Mochamad Basuki Hadimuljono mengamini keputusan Komisi V DPR. Dalam pandangan akhir Presiden yang dibacakan Basuki, menilai RUU SDA diharapkan menjadi jawaban atas semangat cita-cita dan komitmen pemerintah dan DPR, khususnya penegasan pemaknaan penguasaan negara terhadap air.
“Sebagaimana pembatasan pengelolaan sumber daya air yang tercantum dalam Putusan MK Nomor 85/PUU-XI/2013,” kata dia. Baca Juga: Apindo Nilai Draft RUU Sumber Daya Air ‘Cekik’ Dunia Usaha
Draf RUU SDA semula terdiri dari 15 Bab dan 78 Pasal. Namun setelah dibahas intensif, susunannya berkembang menjadi 16 bab dan 79 pasal. RUU SDA ini mengatur sejumlah prinsip pengaturan yakni prinsip pengelolaan sumber daya air di Indonesia secara utuh meliputi beberapa hal. Mulai penguasaan negara dan hak rakyat atas air; wewenang dan tanggung jawab; pengelolaan sumber daya air; perizinan. Kemudian, sistem informasi; pemberdayaan dan pengawasan; pendanaan; hak dan kewajiban; partisipasi masyarakat; koordinasi; penyidikan; dan ketentuan pidana.
Menurutnya, pengaturan RUU tentang SDA bertujuan memberi perlindungan dan menjamin pemenuhan hak rakyat atas air. Selain itu, menjamin tentang pelestarian fungsi air dan sumber air dalam menunjang pembangunan secara berkelanjutan. Dia menilai pemenuhan air bagi warga di sekitar kawasan konservasi pun diberikan sepanjang bagi kebutuhan sehari-hari.
“Pemerintah sangat menyambut baik adanya RUU tentang Sumber Daya Air ini yang telah mengakomodir berbagai perubahan baru dan mengikuti dinamika yang berkembang saat ini,” kata dia.
Bagi pemerintah, kata Basuki, beberapa hal menjadi kebutuhan sehari-hari. Seperti, jaminan kebutuhan pokok minimal sehari-hari sebesar 60 liter per orang per hari. Kemudian, pengelolaan sistem irigasi sebagai satu kesatuan sistem pengelolaan (single management). Selanjutnya, integrasi pengelolaan sumber daya air, mulai air tanah maupun air permukaan.
“Dan pengaturan pengawasan dalam pengelolaan sumber daya air,” lanjutnya.
Penambahan ayat
Dalam rapat ini, Basuki mengusulkan penambahan satu ayat pada Pasal 33. Sebelumnya, Pasal 33 hanya ayat (1) yang menyebutkan, “Setiap orang dilarang melakukan pendayagunaan sumber daya air di kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.” Basuki beralasan dalam kawasan konservasi seluas 27,14 hektar terdapat 5.800 desa yang dihuni 9,5 juta jiwa.
Mereka memanfaatkan air nonkomersil dengan perizinan. Atas dasar itu, demi keberpihakan kepada masyarakat, pemerintah mengusulkan penambahan Pasal 33 ayat (2) yang rumusannya berbunyi, “Larangan pendayagunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud ayat (1) dikecualikan bagi perseorangan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang tidak dimanfaatkan sebagai bentuk usaha.”
Usulan tersebut sempat menuai perdebatan panjang. Misalnya, Anggota Komisi V Jhoni Allen Marbun menilai usulan pemerintah tersebut sebuah kemunduran pembahasan. Dia beralasan hal tersebut telah diperdebatkan dalam rapat Panja dengan pemerintah dalam pembahasan sebelumnya.
“Yang namanya suaka alam harus dilindungi, apalagi namanya perlindungan alam,” ujarnya.
Ketua Panja RUU SDA Lasarius menampik pandangan Allen. Menurut Lasarius, usulan pemerintah sebagai bentuk mengakomodir masyarakat yang turun-temurun hidup di dikawasan konservasi suaka. Bahkan sebelum kawasan ditetapkan sebagai konservasi, mereka telah hidup turun-temurun dengan menjadikan air di area hutan tersebut menjadi sumber penghidupan. “Makanya kita atur (pengecualiannya),” dukungnya.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya mengatakan dalam UU Kehutanan terdapat tingkatan kawasan hutan. Baginya, hutan yang dapat dilepas adalah hutan yang konversi. Sedangkan hutan konservasi tak boleh dilepas ke pihak manapun dan harus dijaga kelestariannya. Termasuk masyarakat yang terdapat dalam hutan konservasi juga harus dirawat, bukan sebaliknya dikeluarkan dari kawasan.
Menurutnya, air dari sisi kehutanan menandakan hutan dalam kondisi bagus. Karena itu, orang yang merawat hutan. “Larangan pendayagunaan air secara komersil, kecuali hanya untuk kebutuhan pokok (masyarakat sekitar kawasan hutan konservasi). Nanti akan kita detilkan di aturan turunan,” katanya.
Sumber: hukumonline.com