
Dua Regulasi Ini Jadi Perhatian Pengusaha di 2019
03 Desember 2018 785 Admin
Di sisi lain, susunan kabinet juga menjadi perhatian pengusaha di 2019.
Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden dan Wakil Presiden akan digelar tahun 2019. Biasanya, pergelaran pemilu akan berdampak kepada dinamika ekonomi Indonesia. Dalam situasi ini kalangan pengusaha sudah melakukan pemetaaan terhadap kebijakan-kebijakan yang akan digulirkan oleh pemerintah.
Misalnya saja Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani menyampaikan bahwa untuk menghadapi tahun 2019, hal yang paling menjadi sorotan adalah sususan kabinet presiden dan wakil presiden terpilih. Selain itu, Apindo juga menyoroti dua kebijakan yang akan berlaku dan kemungkinan akan disahkan di 2019. Dua kebijakan yang dimaksud adalah UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) dan Rancangan UU Sumber Daya Air (SDA).
“Tahun depan itu selain kita melihat susuan komposisi kabinet seperti apa, salah satu yang cukup tanda tanya kita adalah penerapan UU Jaminan Produk Halal, ‘kan bulan oktober tuh, itu seperti apa implementasinya dan bagaimana. Lalu juga dari segi kebijakan yang lain misalnya kayak RUU SDA akan dibahas dan diundangkan secepatnya, pokoknya yang sifatnya akan berdampak kepada lintas sektor yang jadi concern,” kata Hariyadi, Senin (26/11).
Terkait penerapan kewajiban sertifikasi halal di UU JPH, Hariyadi menjelaskan bahwa pihaknya masih mempertanyakan implementasinya yang akan dimulai pada 17 Oktober 2019. Pertama, mengenai mandatory sertifikat halal, apakah produk yang tidak membutuhkan sertifikasi halal tetap membutuhkan sertifikasi? Kedua, Hariyadi juga mengkritik terkait biaya sertifikasi halal yang ia nilai cukup besar, dan ketiga adalah terkait tenaga auditornya.
“Kalau di halal itu dikhawatirkan karena itu mandatory jadi semua orang mau halal apa enggak halal dia suruh sertifikat, atau orang itu tidak butuh sertifikasi tapi disuruh sertifikasi juga. Nah itu jadi masalah. Pertanyaannya biaya bagaimana? Karena itu akan besar. Lalu tenaga auditornya seperti apa?,” ungkapnya.
Kekhawatirannya adalah sertifikasi halal justru menjadi bahan bisnis baru mengingat setiap empat tahun sekali sertifikasi halal tersebut harus diperbaharui. Ia menilai sertifikasi halal sebaiknya dikembalikan ke sistem volunteri.
“Ya harusnya dikembalikan ke volunteri. Ya kalau saya misalkan barang saya halal, saya wajib sertifikasi tapi kalau barang saya tidak halal ya saya enggakwajib sertifikasi, itu yang saya lihat waktu menyusun UU itu sangat tidak melihat dampaknya bagaimana,” jelasnya.
Jika merujuk kepada Pasal 26 UU JPH, produk yang mengandung bahan-bahan yang diharamkan tidak wajib mengajukan sertifikasi halal. Pelaku usaha hanya berkewajiban mencantumkan keterangan tidak halal.
Pasal 26 (1) Pelaku Usaha yang memproduksi Produk dari Bahan yang berasal dari Bahan yang diharamkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 20 dikecualikan dari mengajukan permohonan Sertifikat Halal. (2) Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan keterangan tidak halal pada Produk. |
Sementara itu terkait RUU SDA yang rencananya akan disahkan pada 2019 nanti, terdapat beberapa catatan dari RUU SDA yang memberatkan pengusaha. Misalnya saja, adanya bank garansi, dan pengelolaan air yang berada di BUMN, BUMD, dan BUMDes. Sejauh ini, Apindo sudah memberikan masukan terhadap RUU SDA.
Hariyadi berharap RUU SDA tidak melahirkan rente baru dalam pengelolaan air. Selain itu, ia menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengelolaan air yang selama ini dimonopoli oleh swasta dinilai tidak fair karena izin pengelolaan air berada di tangan pemerintah.
“Kalau pengelolaannya ngaco, cabut aja izinnya. Kan sudah jelas, jadi menurut saya keputusan yang tidak pas dan menimbulkan nanti kesulitan juga untuk kita karena investasi air cukup tinggi dan jangka panjang. Dan apakah kemampuan negara cukup untuk itu,” pungkasnya.
Sumber : hukumonline.com