
Jangan Coba-coba Membuat dan Menjual Meterai Palsu, Ini Sanksinya!
25 Maret 2019 567 Admin
Polda Metro Jaya mengamankan sembilan orang tersangka terkait pembuatan dan penjualan meterai palsu.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyampaikan apresiasi kepada Kepolisian Republik Indonesia Daerah Metro Jaya yang telah menindaklanjuti laporan dari Direktorat Intelijen Perpajakan DJP dan berhasil melakukan pengungkapan perkara penerbitan dan pengedaran meterai tempel palsu dengan total kerugian dan potensi kerugian negara mencapai Rp27,9 miliar.
Terkait kasus ini Polda Metro Jaya telah mengamankan sembilan orang terduga pelaku dengan sejumlah barang bukti termasuk lebih dari 3 juta keping meterai tempel palsu nominal Rp6000 yang dijual para pelaku secara online dengan harga Rp2.200 per keping. Komplotan ini diduga telah melakukan penjualan meterai palsu selama tiga tahun melalui blog dan toko online.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 13 UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai jo Pasal 253 KUHP jo Pasal 257 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama tujuh tahun dan/atau Pasal 3, 4, dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama lima belas tahun, dan denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp15 miliar.
KUHP Pasal 257: Barangsiapa sengaja memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual atau memasukkan ke Negara Indonesia materai, tanda atau merek palsu, yang dipalsukan atau yang dibuat dengan melawan hak, atau barang - barang yang ditaruh materai tanda atau merek itu dengan melawan hak, seolah - olah materai tanda atau merek itu asli tidak dipalsukan dan tidak dibuat dengan melawan hak atau tidak dengan melawan hak ditaruhkan pada barang itu, dihukum dengan hukuman yang sama dengan yang ditentukan dalam pasal 253 sampai 256, menurut perbedaan - perbedaannya dalam pasal tersebut. UU 8/2010 Pasal 3: Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Pasal 4: Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak- hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 5:
|
Untuk diketahui, Bea Meterai adalah pajak atas dokumen yang diatur dalam Undang Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1986 pengelolaan benda meterai adalah kewenangan dan tanggung jawab dua pihak, yakni Perum Peruri sebagai pencetak benda meterai dan PT Pos Indonesia (Persero) sebagai pihak yang melakukan pengelolaan dan penjualan benda meterai.
“Pemerintah mengimbau masyarakat yang memiliki atau menemukan informasi adanya indikasi peredaran meterai tidak sah agar dapat langsung mengadukan hal tersebut dengan menghubungi Kring Pajak 1500 200 atau melaporkan kepada Kantor Polisi terdekat,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Hestu Yoga Saksama dalam rilis yang diterima, Rabu (20/3).
(Baca Juga: Tips Beracara! Jangan Anggap Remeh Meterai dan Tanda Tangan)
Sementara itu, Wakapolda Metro Jaya, Birgjen Pol Wahyu Hadiningrat mengatakan, pihaknya telah melakukan penyelidikan kurang lebih empat bulan untuk mengungkap hal ini. "Pengungkapan ini jajaran kami bekerjasama dengan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Perum Peruri dan kantor pos," ungkap Wakapolda seperti dikutip dari situs Humas Polda Metro Jaya.
Wakapolda mengatakan, saat ini pihaknya telah menangkap sembilan orang tersangka dan satu orang masih dalam pencarian (DPO). Adapun dari tersangka itu ada satu orang yang mengkoordinir semuanya yakni ASR. Biasanya ASR menerima pesanan meterai dari platform penjualan online lalu diteruskan dengan yang lain.
"Setelah ASR menerima pesanan, kemudian ia mengorder ke tersangka lainnya untuk membeli bahan," tambah Wakapolda.
Pembelian bahan pun diperoleh di bilangan Pramuka, Jakarta Timur. Setelah itu, lanjutnya, ada tersangka lain yang melakukan pencetakan di beberapa tahap. "Ternyata ada pelaku (tersangka) khusus untuk membuat hologram dan melobangi. Jadi mereka ini memiliki peran masing-masing," kata Wakapolda.
Setelah itu, meterai yang setengah jadi itu dikembalikan lagi ke ASR untuk dibuatkan gambar bunga. Kemudian baru didistribusi oleh kurir. Wakapolda menambahkan, dengan pembuatan meterai yang sangat mendetail ini, tak heran jika hasilnya secara kasat mata hampir sama dengan yang asli. Adapun meterai palsu ini dibanderol lebih murah Rp 2.200, padahal yang aslinya sebesar Rp 6.000 per keping.
Berdasarkan pengakuan ASR, ia telah melakukan memalsukan meterai ini sejak 2013. Bahkan, Polda Metro Jaya mencatat ini adalah tindakan ASR yang kedua karena sebelumnya ia pernah ditangkap sebelumnya dengan kasus yang sama. Sehingga, Wakapolda memperkirakan peredaran meterai ini sudah hampir seluruh Indonesia tapi berpusat di Jabodetabek.
"Maka itu hingga saat ini (sementara) kerugian negara yang ditimbulkannya atas perbuatan ini kurang lebih ke capai Rp 30 miliar," kata Wakapolda.
Tak hanya itu, saat ini barang bukti yang telah disita adalah bahan bahan dan mesin-mesin pembuatan meterai palsu, meterai palsu yang sudah jadi, dan buku rekening. "Dari meterai palsu yang sudah jadi yang kami sita ini saja jumlahnya hampir satu juta keping dengan total nilai Rp 10 miliar," tegas Wakapolda.