komnas-perempuan-dorong-transportasi-online-aman-dari-kekerasan-seksual

Komnas Perempuan Dorong Transportasi Online Aman dari Kekerasan Seksual

25 April 2019       409        Admin

Catatan tahunan 2019 Komnas Perempuan menunjukan ada 406.178 kasus kekerasan terhadap perempuan, 2 kasus diantaranya berupa pelecehan seksual yang terjadi di transportasi daring.

Transportasi daring menjadi moda yang paling digemari masyarakat perkotaan saat ini. Harga relatif murah dan cepat menjadi keunggulan transportasi daring, khususnya kendaraan roda dua. Namun, sejak muncul moda transportasi online beberapa tahun lalu, ternyata banyak kasus terutama yang menyangkut kekerasan seksual.  

Ketua Komnas Perempuan Azriana mengatakan ada potensi terjadinya kekerasan seksual terhadap perempuan pada transportasi berbasis aplikasi itu. Sementara peraturan perundang-undangan yang ada saat ini belum mampu mengantisipasi/mencegah persoalan yang muncul.

Azriana melihat potensi kekerasan itu terjadi bukan hanya saat aplikasi digunakan, tapi setelahnya. Misalnya, pelaku mencatat nomor kontak pengguna aplikasi dan memanfaatkan nomor itu untuk melakukan kejahatan. Pada saat aplikasi digunakan, potensi kekerasan bisa menyasar pengguna aplikasi baik itu pengemudi atau penumpang perempuan.

Guna mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan di transportasi online, Azriana mengusulkan kepada perusahaan penyedia aplikasi untuk melakukan upaya perlindungan yang optimal. Absennya perlindungan diyakini bakal membuka pintu masuk terjadinya kekerasan dan tindak pidana lainnya.

“Kemajuan teknologi ini memudahkan mobilitas perempuan. Maka penting untuk mewujudkan rasa aman dalam menggunakan transportasi online,” kata dia dalam diskusi di Jakarta, Rabu (24/4/2019). Baca Juga: Tarif Ojol Naik, Keamanan dan Keselamatan Perlu Ditingkatkan

Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Mariam Fatimah Barata mengatakan saat ini lembaganya menjaring masukan dari masyarakat untuk mencegah kekerasan di media sosial (medsos). Menurutnya, perlindungan terhadap perempuan dari potensi kekerasan di transportasi online dan media sosial sama pentingnya. Karena jumlah pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 56 persen dari total penduduk. Pengguna internet antara laki-laki dan perempuan jumlahnya sebanding.

Melansir hasil survei YLKI, Mariam mengungkapkan lebih dari 50 persen responden memilih transportasi online. Karena itu, dalam rangka perlindungan, pemerintah telah menerbitkan sejumlah peraturan antara lain UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang telah diperbarui menjadi UU No.19 Tahun 2016. Kemudian PP No.82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, dan Peraturan Menteri Kominfo No.20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik.

“Perusahaan penyedia aplikasi transportasi online harus melindungi data pribadi konsumennya,” ujar Mariam.

Penyidik unit pelayanan perempuan dan anak (PPA) Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Kompol Sri Bayatri meminta kepada perempuan korban kekerasan segera melapor kepada polisi. Dia menjelaskan Polri punya unit khusus yang menangani kasus yang berkaitan dengan perempuan dan anak yakni unit PPA. Penanganan kasus memperhatikan kepentingan korban dan pemeriksaan dilakukan di ruang pelayanan khusus (RPK) yang memberi rasa aman dan nyaman. Pemeriksaan itu juga dilakukan oleh Polisi wanita (Polwan).

Sri mengingatkan dalam mengusut kasus kekerasan seksual ini aparat perlu bukti dan saksi yang kuat. Bukti bisa diperoleh antara lain dari visum et repertum. Penelusuran kasus kekerasan seksual menjadi sulit jika tidak ada bukti dan saksi. Untuk mempermudah aparat mengungkap kekerasan seksual di transportasi daring, Sri mengusulkan agar setiap kendaraan yang menggunakan aplikasi transportasi online dipasang CCTV.

 “Kami berharap perusahaan penyedia aplikasi untuk transportasi online menjalin kerja sama dengan Polri agar setiap kendaraan dipasang CCTV. Ini untuk mempermudah pembuktian,” usul Sri.

Presiden Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengatakan sejak awal perusahaanya fokus pada keselamatan. Karena itu, Grab Indonesia menjalin kerja sama dengan berbagai pihak termasuk Komnas Perempuan. Survei internal Grab Indonesia menunjukan transportasi daring menjadi pilihan favorit kaum perempuan.

Untuk mencegah potensi kekerasan, Ridzki mengatakan pihaknya sudah membentuk tim mulai dari customer service, savety, dan operasional yang dilatih untuk menangani potensi korban kekerasan seksual. “Kami juga sudah membentuk satgas dan proses penanganan,” urainya.

Selain itu Ridzki menjelaskan dalam aplikasi Grab Indonesia ada tombol panik (Panic Button) yang terhubung dengan nomor terdekat pengguna aplikasi atau customer service. Melalui aplikasinya, Grab Indonesia berupaya menyediakan pengemudi perempuan jika penggunanya perempuan. Sayangnya, jumlah pengemudi Grab Indonesia berjenis kelamin perempuan jumlahnya sangat sedikit.

Ridzki menambahkan kerja sama yang dijalin dengan Komnas Perempuan dan Yayasan Indonesia untuk kemanusiaan berhasil mengajak lebih dari 6.500 pengguna Grab Indonesia untuk berdonasi melalui poin Grab Rewards. Periode 1 April sampai 23 April 2019 terkumpul Rp131.565.000. Dana ini akan digunakan untuk mendukung penanganan perempuan korban kekerasan seksual di Indonesia.

Sumber : Hukumonline.com