
Menhub Bakal Umumkan Aturan Ojek Online dalam Waktu Dekat
20 Maret 2019 938 Admin
Kementerian Perhubungan telah menerbitkan aturan terkait ojek daring atau online yang akan disosialisasikan kepada para pengemudi dalam waktu dekat.Aturan itu diundangkan melalui Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat.
"Regulasi ojek online sudah selesai namanya PM 12/2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat. Sudah diundangkan tinggal sosialisasi di beberapa kota besar. Sekitar akhir Maret hingga awal April," ujar Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi, seperti dikutip Antara, Selasa (19/3).
Terkait tarif, Budi mengatakan regulator masih mencari titik temu antara permintaan aplikator, pengemudi dan masyarakat. Adapun formula dalam menghitung besaran tarif mempertimbangkan biaya langsung (bensin, perawatan motor dan lainnya) dan biaya tidak langsung.
Dia mengatakan nantinya ada Surat Keputusan Menteri Perhubungan mengenai besaran tarif per kilometer yang akan dievaluasi setiap tiga bulan.Kendati demikian, hingga saat ini, finalisasi soal tarif masih terus dilakukan. "Paling cepat Kamis (21/3/2019), paling lambat Jumat (pekan ini)," tuturnya.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi berharap peraturan tentang tarif ojek online juga dapat diselesaikan pada pekan ketiga Maret 2019 ini. "Dalam minggu ini kita akan selesaikan," kata Menhub Budi Karya Sumadi.
Ia mengakui peraturan terkait ojek daring memang sudah terbit dan akan segera disosialisasikan namun untuk tarif belum keluar. "Belum keluar, untuk skema tarif kita lagi bicara," katanya.
Ia menyebutkan komponen perhitungan tarif ojek daring meliputi biaya penyusutan, bahan bakar, biaya perawatan kendaraan dan lain lain. "Nah dari komponen-komponen itu memang harga pokoknya sekitar Rp1.600, itu harga pokoknya per km," katanya.
Ia menyebutkan tarif yang dikenakan akan lebih dari itu, namun ia khawatir jika tarifnya sebesar Rp3.000 maka pihak penumpang akan keberatan. "Kita milih yang tengah, karena kalau Rp3.000, itu hampir dua kali lipat. Kalau naik hampir dua kali lipat, takutnya di penumpangnya," ujarnya.
Ia menyebutkan draft peraturan tentang tarif sudah ada, tinggal difinalisasi aja. "Kita juga mengusulkan kalau memang bisa mengakomodir kedua belah pihak, ini kan lebih baik," katanya.
Sementara itu, Pengamat Transportasi Institut Studi Transportasi (Intrans) Darmaningtyas menilai aturan soal ojek online yang diterbitkan oleh Kementerian Perhubungan tidak untuk melegalkan motor sebagai sarana transportasi umum.
"Yang pasti peraturan menteri yang diterbitkan tersebut tidak untuk melegalkan motor sebagai sarana angkutan umum," tutur Darmaningtyas kepada Antara di Jakarta, Selasa (19/3).
Dia menjelaskan bahwa aturan ojek online yang diundangkan melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 hanya mengatur empat hal yakni soal tarif, kemitraan, "suspend", dan keselamatan.
"Dalam peraturan menteri tersebut juga tidak tertulis pernyataan yang menyebutkan bahwa sepeda motor sebagai angkutan umum. Ini tidak ada sama sekali," kata Darmaningtyas.
Menurutnya, peraturan tersebut hanya untuk mengakomodasi persoalan-persoalan yang muncul di lapangan. Dan yang paling dipersoalkan oleh pengendara ojek online ialah masalah tarif yang terlalu rendah. Masalah terkait tarif kemungkinan akan diatur pemerintah dalam peraturan menteri tersendiri atau peraturan Dirjen Perhubungan Darat.
Selain itu, Darmaningtyas memandang aturan mengenai ojek online yang akan diterbitkan oleh pemerintah bisa meminimalkan perang tarif antarpengelola ojek online. "Kalau perang tarif pasti akan ada, namun di batas minimum," ujar Darmaningtyas.
Dia menjelaskan bahwa dengan adanya aturan ojek online yang diundangkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 ini terdapat batas tarif bawah dan penentuan komisi yang harus dibayarkan oleh pengemudi ojek online.
"Jadi dalam peraturan menteri ini, hal-hal yang diatur dalam tarif hanya menyangkut biaya langsung. Biaya langsung di sini artinya biaya yang dikeluarkan oleh pengemudi," tutur Darmaningtyas.
Dia juga menambahkan biaya tidak langsung yakni penyewaan aplikasi, akan ditentukan oleh aplikator sendiri. "Perang tarifnya tidak akan semeriah dulu, namun perang tarif masih akan ada," katanya.
Menurut pengamat transportasi tersebut, perangnya bisa di area biaya tidak langsung. Bisa saja salah satu pengelola ojek online menetapkan biaya tidak langsung atau pungutan yang dikenakan kepada driver sebesar 10 persen misalnya, sedangkan pengelola ojek online lainnya bisa menerapkan pungutan yang lebih rendah lagi dari itu. Perang tarif kemungkinan akan terjadi di situ.
Selain itu mungkin akan ada juga aplikator atau pengelola ojek online yang meniadakan sama sekali biaya tidak langsung, dengan mencari keuntungan melalui pemasangan iklan dan sebagainya.
"Kemungkinan pengelola-pengelola ojek online akan saling intip terkait pengenaan tarif biaya tidak langsung tersebut," kata Darmaningtyas.
Terkait dengan kemungkinan turunnya animo masyarakat akibat minimnya perang tarif dikarenakan munculnya peraturan menteri mengenai ojek online, Darmaningtyas menepis hal tersebut.
"Saya kira tidak, karena konsumen-konsumen yang menggunakan ojek online itu sebetulnya demi menghindari kemacetan. Jadi biaya bagi konsumen tidak begitu menjadi perhatian utama," tuturnya. (ANT)
Sumber: hukumonline.com