pentingnya-aturan-trust-bagi-perkembangan-industri-fintech

Pentingnya Aturan Trust Bagi Perkembangan Industri Fintech

03 Juli 2019       486        Admin

Agar industri fintech dapat berkembang pesat, maka diperlukan landasan hukum yang kuat sehingga tercipta keamanan bagi pemberi, pengguna dan pengelolanya.

 

Industri financial technology peer to peer lending (fintech P2P) menjadi salah satu bukti gabungan antara sektor teknologi dan jasa keuangan. Dalam industri fintech P2P, perlu dipastikan keamanan data pribadi hingga mitigasi risikonya. Hal ini diutarakan oleh Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hendrikus Passagi.

 

Menurutnya, keamanan tersebut penting lantaran terdapat dana yang dihimpun kemudian dikelola di industri fintech P2P. Atas dasar itu, perlu ada jaminan bagi pemberi pinjaman dan si pengelola uang sehingga kekhawatiran uang yang dititipkan hilang akan sirna.

 

“Di masalah kedua ini, yang sering kita khawatirkan adalah jangan sampai dikasih pinjaman uang, kemudian dibawa kabur uang itu,” kata Hendrikus saat berbincang dengan Hukumonline, akhir Juni lalu.

 

Menurut Hendrikus, untuk mengantisipasi kekhawatiran tersebut, perlu ada jaminan berupa aturan trustee di Indonesia mengingat kegiatan di industry fintech ini dilakukan secara virtual. Ia mengakui, aturan ini akan sulit diterapkan di Indonesia yang menganut sistem civil law. Selama ini, trustee hanya dikenal dalam sistem hukum common law.

 

Padahal, lanjut Hendrikus, sejumlah kegiatan penghimpunan dana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan di sebagian sektor jasa keuangan. Misalnya, pada saat menghimpun uang dalam bentuk tabungan dan deposito, terdapat UU Perbankan yang mengatur kegiatan tersebut.

 

“Kamu menghimpun dana publilk dengan cara menerbitkan surat hutang atau saham, itu diatur dengan UU Pasar Modal. Kamu menghimpun dana publik dalam bentuk terima iuran untuk bayar premi asuransi, itu diatur dengan UU Asuransi. Menghimpun dana publik dalam bentuk membayar iuran untuk pensiun, diatur dengan UU Dana Pensiun,” tuturnya.

 

Sebagaimana diketahui, trust sendiri merupakan sebuah hubungan yang bersifat kontraktual antara pemilik dana aset (settor) dan pihak yang mengelola dana (trustee) serta pihak yang menerima manfaat atas pengelolaan dana investasi (beneficiary).

 

Industri fintech, lanjut Hendrikus, merupakan bagian dari ekonomi digital. Menurutnya, jika masyarakat masih membayangkan transaksi harus bertatap muka, maka tidak masuk dalam kategori ekonomi digital atau industri 4.0. Agar industri fintech dapat berkembang pesat, maka diperlukan landasan hukum yang kuat sehingga tercipta keamanan bagi pemberi, pengguna dan pengelolanya.

 

“UU Trustee kehadirannya itu sangat diperlukan untuk mendukung industri 4.0 karena dengan UU Trustee ini itu bisa ditunjuk pihak ketiga sesuai dengan keahlian dan persyaratannya, untuk menjaga dana yang dihimpun itu,” ujar Hendrikus.

 

Ia berharap, pemerintah dan DPR menyadari pentingnya aturan trustee ini. Aturan trustee ini diharapkan dibalut dalam bentuk UU. “Jadi sebenarnya, apa yang saya sampaikan ini untuk pengetahuan umum supaya kita tahu bersama bahwa ada kondisi di lapangan sebenarnya kita memerlukan kehadiran UU ini,” katanya.

 

Sebelumnya, Partner firma hukum AKSET, Abadi Abi Tisnadisastra mengatakan pesatnya perkembangan industri fintech ini pun semakin dirasa penting bagi para konsultan hukum di pasar modal dan keuangan. Ia mencontohkan bahwa pada dasarnya internet banking dan penggunaan mesin ATM adalah bentuk inovasi teknologi pada layanan keuangan. Hanya saja, inovasi ini melekat pada perbankan sebagai bagian dari lembaga keuangan konvensional.

 

Abi berpendapat bahwa fintech yang dimaksud pada masa kini telah mengembangkan berbagai produk serupa perbankan dan jasa keuangan lainnya yang lebih efisien. Sehingga akhirnya menghasilkan industri tersendiri yang produknya beririsan dengan komoditas berbagai lembaga keuangan konvensional. Meskipun adapula produk dari industri fintech yang menggandeng produk dari lembaga keuangan konvensional seperti perusahaan perbankan, investasi, dan perasuransian.

 

Sebagai industri baru yang muncul akibat kemajuan teknologi membuat aspek hukum fintech masih terus berkembang dan tidak dapat ditampung dengan berbagai regulasi yang ada saat ini. Abi mengemukakan bahwa fenomena ini terjadi pada berbagai sistem hukum di dunia. Apalagi kehadiran fintech yang bersandar pada internet of things membuat industri ini mampu beroperasi melintas batas berbagai yurisdiksi.

 

Industri fintech ini terdiri dari berbagai start up yang masih dalam tahap perkembangan dengan bergantung suntikan dana investor. Tentunya, para investor menginginkan jaminan hukum bahwa industri ini legal berdasarkan berbagai regulasi tekait. Dan untuk mendapatkan kepercayaan pengguna fintech dalam hal perlindungan konsumen, berbagai produk fintech juga membutuhkan pengakuan dari regulator.

 

Sumber: hukumonline.com