terkait-impor-bawang-putih-kppu-bakal-panggil-kementan-dan-kemendag

Terkait Impor Bawang Putih, KPPU Bakal Panggil Kementan dan Kemendag

27 Maret 2019       378        Admin

Bulog dinilai melakukan impor bawang putih tanpa melaksanakan Permentan No 86 Tahun 2013. Perlakuan ini berpotensi menyebabkan persaingan tidak sehat.

Kebijakan impor bawang putih kembali menjadi sorotan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Dalam konferensi pers di kantor KPPU, Jakarta, Senin (25/3), KPPU menegaskan bahwa pihaknya akan memanggil Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Pertanian (Kementan) untuk dimintai klarifikasi terkait impor bawang putih.

 

Adapun kepentingan klarifikasi dibutuhkan untuk menggali keterangan terkait kebijakan impor bawang putih yang dimandatkan kepada Badan Urusan Logistik (Bulog). KPPU mendapatkan laporan bahwa terdapat perlakuan yang berbeda antara Bulog dan importir bawang putih lainnya, terutama menyoal kewajiban menanam bawang sebelum mengimpor.

 

“Soal impor bawang putih kami akan memanggil Kemendag dan Kementan terkait kebijakan bawang putih yang dilakukan Bulog. Ini ada aturan impor bawang putih, ada aturan Permentan yang meminta kepada importir menanam (bawang) lima persen dari total, tapi Bulog tidak melakukan itu,” kata Komisioner KPPU Guntur Saragih.

 

Kewajiban menanam bawang putih lima persen dari total kebutuhan bawang putih di dalam negeri diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 16 Tahun 2017 sebagai pengganti dari Permentan Nomor 86 Tahun 2013. Hal ini diterapkan guna meningkatkan produksi dalam negeri yang selama ini masih tergolong rendah atau sekitar 95 persen dipasok dari impor.

 

Guntur menegaskan, perlakuan yang berbeda terhadap Bulog membuat adanya potensi pelanggaran UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Menurut Guntur, KPPU mempertanyakan alasan pemerintah memberikan kelonggaran bagi Bulog untuk melakukan impor bawang putih tanpa melakukan kewajiban sesuai Permentan 86/2013.

 

“Itu mekanisme yang membuat cost bagi importir, ketika Bulog tidak dalam persaingan yang sama tentunya Kementan punya pertimbangan membuat aturan itu. Dan hari ini kenapa Kementan dan Kemendag dalam tanda kutip membuat itu tidak berlaku bagi Bulog, sedangkan importir yang lain harus menanam lima persen? Kalau antisipasi kelangkaan kita akan minta indikasinya apa, dan diminta keterangan terkait kebijakan impor bawang putih yang diberikan kepada Bulog,” jelasnya.

 

Untuk diketahui, pemerintah membuka kran impor sebesar 100ribu ton melalui Bulog berdasarkan rakor terbatas pada Senin, 18 Maret 2019, yang dipimpin Menko Perekonomian Darmin Nasution. Rakor tersebut dilatari adanya kenaikan harga komoditas bawang putih hingga rata-rata mencapai Rp45.000-Rp50.000 per kilogram di tingkat pedagang karena berkurangnya pasokan.

 

Sementara itu dikutip dari press rilis Gerakan Masyarakat Peduli Hukum (GMPH) yang dikrimkan ke KPPU, GMPH menilai adanya potensi monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat yang menyebabkan kerugian yang sangat besar terhadap petani bawang putih.

 

Dikutip dari press rilis GMPH ke KPPU, terdapat tiga tuntutan terkait kebijakan impor bawang putih. Pertama, GMPH meminta KPPU membatalkan pemberian diskresi kepada Perum Bulog untuk mengimpor bawang putih tanpa perlakuan syarat yang sama dengan mengimpor lainnya.

 

Kedua, GMPH meminta pemerintah harus stop impor bawang putih karena dapat menyebabkan monopoli dan kerugian yang besar terhadap petani bawang putih. Dan ketiga, GMPH meminta kepada Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) untuk menyelidiki impor tersebut karena dapat menyebabkan persaingan usaha antar Bulog dengan importir bawang putih lainnya tidak sehat.

 

Potensi Kerawanan

Pengamat ekonomi Lana Soelistianingsih mengingatkan adanya potensi kerawanan dari rencana impor 100.000 ribu ton bawang putih karena Bulog memiliki keterbatasan dana untuk melaksanakan penugasan tersebut. Lana dalam pernyataan yang diterima Antara di Jakarta, Selasa (26/3), menyebutkan keterbatasan dana itu dapat membuat Bulog menjual hak impor kepada importir lain untuk memperoleh keuntungan.

 

"Dalam hal mungkin hak impornya itu dijual ke orang lain, kemudian dihargai mahal untuk mengambil keuntungan itu. Itu ada potensi," katanya.

 

Lana menegaskan akan lebih baik bagi Bulog melaksanakan peran sebagai evaluator, bukan pelaku impor langsung, untuk menekan ruang penyelewengan penjualan hak impor kepada pihak ketiga.

 

Selain itu, pengajar FE Universitas Indonesia ini, menyarankan agar pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi atas komoditas pertanian, agar harga jual tidak meningkat tajam.

 

Dalam kesempatan terpisah, ekonom senior Indef Didik Rachbini mengatakan keterbatasan dana tersebut bisa membuat Bulog meminta bantuan swasta untuk melakukan impor bawang putih. "Kalau Bulog tidak punya dana, dia mengambil swasta. Berbagi untung dengan swasta. Itu sama dengan monopoli," ujarnya.

 

Didik mengakui bahwa saat ini impor bawang putih diperlukan mengingat tidak cukupnya suplai dari para petani lokal. Namun, menurut dia, akan lebih baik apabila impor untuk komoditas ini dibiarkan berjalan bebas, tanpa ada proses penunjukan.

 

Didik menyarankan agar Bulog tetap berperan atas stabilisator harga pangan yang terkait langsung dengan kehidupan masyarakat seperti beras Sebelumnya, Bulog menyatakan siap melaksanakan penugasan impor bawang putih dengan menyiapkan anggaran sekitar Rp500 miliar. (ANT)

 

Sumber: hukumonline.com